Mulai 1 Agustus 2025, pemerintah resmi memberlakukan perubahan signifikan dalam perlakuan pajak terhadap transaksi aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025. Regulasi ini menggantikan PMK 81/2024 dan memberikan kepastian hukum yang lebih jelas terhadap aspek Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam transaksi kripto. Berikut adalah rincian perubahan penting yang perlu diketahui oleh pelaku usaha dan investor kripto di Indonesia.
๐ช Penjualan Aset Kripto Tidak Lagi Dikenai PPN
Salah satu poin paling menonjol dari PMK 50/2025 adalah penghapusan PPN atas penyerahan aset kripto. Dalam Pasal 2 ayat (1), disebutkan bahwa aset kripto dipersamakan dengan surat berharga, sehingga tidak dikenai PPN. Hal ini berarti bahwa sejak 1 Agustus 2025, setiap penjualan aset kripto bukan lagi merupakan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP).
Langkah ini menyelaraskan aset kripto dengan ketentuan dalam Pasal 4A ayat (2) huruf d Undang-Undang PPN, di mana uang, surat berharga, dan emas batangan untuk cadangan devisa tidak dikenai PPN.
โ Latar Belakang Penghapusan PPN
- Tujuan kebijakan ini adalah memberikan kepastian hukum di tengah meningkatnya volume dan popularitas transaksi kripto.
- Pemerintah juga menyesuaikan regulasi seiring dengan beralihnya pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sebagaimana diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2024.
๐ผ Jasa Terkait Kripto Masih Dikenai PPN
Meskipun penyerahan aset kripto dibebaskan dari PPN, jasa-jasa yang berkaitan dengan transaksi kripto tetap menjadi objek PPN. PMK 50/2025 merinci dua jenis jasa yang masih dikenai PPN:
1. Jasa Penyediaan Transaksi Aset Kripto oleh PPMSE
- Mencakup layanan jual-beli kripto dengan fiat, swap antar aset kripto, dompet elektronik (deposit, tarik, transfer).
- DPP: 11/12 ร penggantian (komisi/imbal jasa).
- Tarif PPN: 12%.
2. Jasa Verifikasi oleh Penambang Aset Kripto
- Dikenai PPN dengan besaran tertentu:
- 20% ร 11/12 dari tarif PPN.
- DPP: penggantian berupa kripto yang diterima (termasuk block reward).
๐ PPh atas Penjualan Kripto: Naik Menjadi 0,21%
PMK 50/2025 juga membawa perubahan tarif PPh final atas penjualan aset kripto. Mulai 1 Agustus 2025, PPh Pasal 22 final atas transaksi kripto menjadi 0,21% dari nilai transaksi melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE).
โณ๏ธ Rincian Perlakuan PPh:
| Jenis Transaksi | Tarif PPh Final | Pemungut Pajak |
|---|---|---|
| Transaksi melalui PPMSE (domestik) | 0,21% | PPMSE |
| Transaksi melalui PPMSE luar negeri | 1% | PPMSE luar negeri (jika ditunjuk) |
| Penambang aset kripto | Tarif umum UU PPh mulai 2026 | Disetor sendiri |
| Jasa oleh PPMSE (komisi/imbal jasa) | Tarif umum UU PPh | Disetor oleh PPMSE |
Jika PPMSE bukan pihak yang ditunjuk sebagai pemungut, maka penjual kripto wajib menyetorkan sendiri PPh-nya.
๐งพ Penambang Kripto Mulai 2026 Dikenai Tarif Umum PPh
Khusus untuk penambang kripto, perubahan besar juga terjadi mulai tahun pajak 2026. Jika sebelumnya dikenai PPh final sebesar 0,1%, kini penghasilan dari kegiatan mining (seperti block reward dan transaction fee) akan dikenai tarif umum berdasarkan UU PPh, dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh sebagai penghasilan biasa.
๐ฌ Kesimpulan
PMK 50/2025 menjadi tonggak penting dalam pengaturan perpajakan aset kripto di Indonesia. Dengan menghapus PPN atas penjualan aset kripto dan menyesuaikan tarif PPh, pemerintah memberikan ruang yang lebih kondusif bagi pelaku industri kripto, sekaligus memperkuat pengawasan dan kepatuhan pajak.
๐ก Bagi pelaku usaha, investor, maupun konsultan pajak, penting untuk memahami regulasi baru ini dan menyesuaikan sistem pelaporan serta penghitungan pajak sesuai ketentuan terbaru.
๐ฑ Butuh bantuan memahami implikasi pajak kripto untuk bisnismu?
Hubungi Amsal Consulting:
๐ง admin@amsalconsulting.com
๐ฑ +62 821-2529-9809
